Friday, September 26, 2014

STIEM Bongaya Makassar: Dulu Megap-megap, Sekarang Megah


Kini, STIEM Bongaya sudah menjelma menjadi salah satu perguruan tinggi yang paling sehat dan paling mapan di Kota Makassar. STIEM Bongaya yang membuka dua program studi (prodi Manajemen, dan prodi Akuntansi, keduanya Terakreditasi B), membina lebih dari 4.000 mahasiswa. Selain itu, STIEM Bongaya juga sudah membuka Program Pascasarjana (PPs), dengan mengelola progam studi Manajemen. (Foto: Asnawin)




------------------------------------------




STIEM Bongaya Makassar:

Dulu Megap-megap, Sekarang Megah



Melihat gedung kampusnya yang sekarang tampak megah, tampak mengagumkan, dan membanggakan dengan sekitar 4000 mahasiswa aktif, mungkin banyak orang yang tidak percaya kalau dikatakan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar (STIEM) Bongaya, dulu sempat megap-megap.

Perguruan tinggi yang berdiri pada tahun 1967 dengan nama Akademi Bank dan Keuangan (ABK), di bawah bendera Yaya-san Bhinneka Tunggal Ika (berkantor pusat di Jakarta), sempat mengalami masa suram selama beberapa tahun.

Itu terjadi pada pertengahan tahun 70-an. Ketika itu, pengurus Yayasan Bhinneka Tunggal Ika menelantarkan dan meninggalkan begitu saja kampus ABK.

Tidak ada pengurus yayasan dan juga tidak ada dana, bahkan yayasan berutang kepada pemilik rumah yang disewa sebagai tempat kuliah. Aset-aset yang ada pun diba-wa pergi, seperti mesin ketik, dan lain-lain.

Para dosen dan mahasiswa akhirnya merasa seperti anak ayam kehilangan induk. Karena kondisinya yang demikian itulah, Koodinator Koperti Wilayah VII (Sulawesi, Maluku, Irian Jaya) ketika itu, Prof Dr Andi Zainal Abidin Farid SH, kemudian mewaca-nakan menutup ABK.

Koperti Wilayah VII (sekarang bernama Kopertis Wilayah IX Sulawesi) ingin menu-tup ABK karena tidak ada lagi mahasiswa-nya dan juga tidak ada pengurus yayasan atau pengelolanya yang bisa diajak berkoor-dinasi.

Kampusnya ketika itu hanya sebuah rumah kecil yang mirip kandang ayam, bahkan pada malam hari saat mahasiswa sedang kuliah, banyak ayam yang bertengger (untuk tidur) di sekitar ruang perkuliahan.

Kondisinya ketika itu benar-benar memprihatinkan. Napas ABK megap-megap, tersendat-sendat, ibarat orang yang bernapas pendek-pendek sambil membuka mulut karena akan tenggelam atau habis berlari kencang.

Idris Arief (almarhum) yang ketika itu juga terlibat sebagai pengelola, diminta bahkan didesak oleh para dosen (yang sebagian besar dosen IKIP Ujungpandang/sekarang Universitas Negeri Makassar), untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan.

Atas permintaan dan desakan tersebut, Idris Arief yang juga dosen IKIP Ujungpandang/UNM, kemudian menemui dan berdialog dengan Prof Zainal Abidin selaku Koordinator Koperti Wilayah VII.

Dalam dialog tersebut, Koordinator Koperti Wilayah VII mempersilakan kepada Idris Arief menangani dan menghidupkan kembali ABK jika memang punya keinginan dan kesanggupan.

Mendengar tantangan tersebut, tanpa ragu-ragu, Idris Arief (yang belakangan menjabat Rektor UNM) langsung mengiyakan.

“Saya katakan, insya Allah. Maka ABK kemudian tidak jadi ditutup oleh Kopertis. Kemudian teman-teman sepakat menunjuk saya sebagai Direktur ABK. Di situlah perjuangan yang sesungguhnya dimulai, karena kami harus menghidupkan perguruan tinggi yang sudah mati suri,” kata Prof Dr HM Idris Arief MS, dalam bincang-bincang dengan penulis di kampus STIEM Bongaya, Jl Mappaoddang, Makassar, Selasa, 14 Agustus 2012.

Selain dukungan teman-teman dosen, Idris Arief (meninggal dunia pada 22 Juni 2013) juga mendapat sokongan penuh dari sang isteri, Prof Dr Hj Rabihatun Idris MS (juga dosen dan Guru Besar UNM).


--------------------------
Prof Idris Arief (alm)
--------------------------







Undang Kepsek dan Pasang Iklan

Setelah berembug dengan rekan-rekannya sesama dosen, Idris Arief kemudian mengadakan acara Lustrum ke-2 atau ulang tahun ke-10 ABK, dengan menyewa Gedung IMMIM dan mengundang Kepala Sekolah SLTA se-Kota Makassar. Kebetulan banyak di antara mereka yang pernah diajar oleh Idris semasa kuliah di IKIP Ujung pandang.

Idris Arief juga mengundang pihak Koperti Wilayah VII. Pada kesempatan itu, Idris Arief mengimbau para kepala sekolah agar mendaftarkan alumninya ke ABK.

Selain mengundang Kepala Sekolah SLTA, Idris Arief juga memasang pengumuman penerimaan mahasiswa baru di koran. Sejak saat itulah, mulai ada calon mahasiswa baru yang mendaftar.

Kampus lama berupa rumah tua yang sekaligus berfungsi sebagai kandang ayam, kemudian dibeli dan menjadi aset pertama milik ABK. Tenaga pengajar ABK, selain diambil dari IKIP Ujungpandang (Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial), juga banyak dari unsur pimpinan bank (Bank Indonesia, BNI 46, Bank BRI, dll).

“Kadang-kadang kalau kami kesulitan uang, mereka (dosen) bilang, gaji kami tidak usah dibayar pak, karena para pimpinan bank itu memang diimbau mengabdi di tengah masyarakat. Untuk menutupi biaya-biaya yang dibutuhkan, tidak jarang tabungan isteri saya pun saya ambil,” kata Idris, seraya menambahkan bahwa gaji dosen ketika itu rata-rata Rp 2.500/bulan.

Pagi di IKIP, Sore di ABK

Perjuangan Idris Arief semakin berat, karena harus membagi waktu antara mengajar di IKIP Ujungpandang sebagai tugas pokok dengan mengelola ABK.

Ia terpaksa bekerja mulai pagi sampai malam. Dirinya ke kampus IKIP Ujungpandang mulai pagi hingga siang, sedangkan sore hingga malam ia berada di kampus ABK, karena kebetulan perkuliahan di ABK dimulai sore sampai malam hari.

Para pimpinan bank yang mengajar di ABK juga tidak terganggu, karena mereka juga pulang kerja rata-rata jam dua siang, sehingga masih ada waktu untuk mengajar pada sore atau malam hadi di ABK.

Yayasan Baru

Beberapa tahun kemudian, ABK mulai stabil. Setiap ada kelebihan dana, ABK membebaskan tanah di sekitar kampus. Pembebasan tanah kemudian diimbangi dengan pembangunan gedung perkuliahan dan perkantoran.

Setelah kondisinya mulai stabil, Idris Arief kemudian menunjuk penggantinya sebagai Direktur ABK. Atas persetujuan dan dukungan para pengelola, Idris Arief kemudian membuat yayasan baru dengan nama Yayasan Pendidikan Bongaya Ujung Pandang disingkat YPBUP.

Yayasan itulah yang kemudian didaftar-kan ke Kopertis. Tidak ada masalah dengan pergantian nama yayasan itu, karena yaya-san lama memang menghilang dan kantor pusat yayasan memang harus berdomisili di tempat PTS berada, yaitu di Kota Makassar.



----------------------
STIEM Bongaya melaksanakan upacara wisuda secara rutin setiap tahun. (Foto: Asnawin)
--------------------------------






Perubahan Nama dan Status

Karena adanya penyesuaian disiplin ilmu, maka pada tahun 1985, nama Akademi Bank dan Keuangan (ABK) diubah menjadi Akademi Keuangan dan Perbankan (AKP) melalui SK Mendikbud No. 046/0/1985.

Tiga tahun kemudian, atas desakan para alumni, pihak yayasan kemudian mengusul-kan perubahan nama dan peningkatan status dari Akademi Keuangan dan Perbankan (AKP) menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar (STIEM) Bongaya.

Sehat dan Mapan

Kini, STIEM Bongaya sudah menjelma menjadi salah satu perguruan tinggi yang paling sehat dan paling mapan di Kota Makassar. STIEM Bongaya yang hanya membuka dua program studi (prodi Manajemen, dan prodi Akuntansi, keduanya Terakreditasi B), kini membina lebih dari 4.000 mahasiswa.

Selain itu, STIEM Bongaya juga sudah membuka Program Pascasarjana (PPs), dengan mengelola satu progam studi yakni program studi Manajemen, dengan dua konsentrasi, yaitu Manajemen Sumber Daya Manusia, dan Manajemen Keuangan.

Untuk ukuran Sekolah Tinggi, apalagi yang hanya membuka dua program studi, STIEM Bongaya boleh dikatakan terbaik di Kota Makassar, bahkan mungkin terbaik di kawasan timur Indonesia.

Tak heran kalau kemudian STIEM Bongaya menjadi perguruan tinggi swasta (PTS) pertama di Sulawesi Selatan yang mendapat status Terakreditasi A.

Capaian STIEM Bongaya tersebut sejalan dengan visi yang mereka canangkan, yakni “Menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi yang terkemuka dan unggul di kawasan timur Indonesia.”

STIEM Bongaya kini memiliki total luas areal tanah sekitar dua hektar (2 ha), serta memiliki gedung perkuliahan dan perkantor-an, yang terdiri atas 40 ruangan perkuliahan, plus gedung perkantoran, kampus Program Pascasarjana, serta berbagai sarana dan pra-sarana, seperti laboratorium, sarana olahraga, sarana ibadah, dan ruang terbuka hijau.

Melihat gedung kampus STIEM Bongaya yang cukup megah dengan segala fasilitasnya dewasa ini, banyak alumni lama, terutama para alumni ABK, yang heran dan takjub, karena mereka dulu kuliah di kampus ABK yang mirip kandang ayam.

Tantangan Berat

Kini, jabatan Ketua Yayasan Pendidikan Bongaya Ujung Pandang (YPBUP) dipercayakan kepada Dr Abdi Akbar Idris MM, yang tidak lain anak kandung almarhum Prof Dr HM Idris Arief MS.

Tentang jabatan yang diembannya tersebut, Abdi Akbar mengaku dirinya mendapat tantangan berat.
Dosen Fakultas Ekonomi UNM itu mengaku hanya bisa tersenyum dan geleng-geleng kepala ketika ayahnya (almarhum Prof Idris Arief) mengatakan akan menyerah-kan pengelolaan yayasan kepada dirinya.

“Waktu itu saya bilang, Bapak sebenar-nya lebih enak karena menerima barang rusak untuk diperbaiki, sementara saya menerima barang yang sudah bagus untuk dijaga dan kalau bisa lebih diperbagus lagi,” kata Abdi Akbar. (Ansir Launtu/Asnawin)

------------------------------------------------------------
@copyright Majalah Almamater, edisi Agustus 2014
------------------------------------------------------------

No comments: